Cerpen : Kisah Pencuri Uang
Desa Kandis adalah sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh hamparan sawah hijau, sungai jernih yang mengalir tenang, dan pepohonan rindang yang menyejukkan. Udara pagi di desa itu selalu segar, dihiasi kicau burung dan aroma tanah basah. Di desa itulah Zuki dan Zufi, dua kakak beradik, tinggal bersama ayah mereka di sebuah rumah kayu sederhana.
Zuki adalah kakak yang tenang dan suka membantu ayah di kebun, sementara Zufi, adiknya, lebih ceria dan gemar bermain di tepi sungai bersama teman-temannya. Kehidupan mereka sederhana, namun penuh tawa dan kebahagiaan.
Pagi yang Aneh
Hari itu, matahari baru saja muncul dari balik bukit. Zuki sedang membersihkan kandang ayam, sementara Zufi menimba air di sumur. Suasana damai itu tiba-tiba terpecah oleh suara ayah yang memanggil dengan nada panik dari dalam rumah.
“Zuki! Zufi! Cepat kemari!”
Mereka bergegas masuk. Di dapur, ayah berdiri dengan wajah tegang, matanya menatap sebuah lemari tua yang pintunya terbuka lebar.
“Kalian lihat uang yang Ayah simpan di sini semalam?” tanya ayah dengan suara bergetar.
“Uang? Uang yang mana, Yah?” Zuki bingung.
“Yang Ayah bungkus dengan kain merah itu. Hilang!”
Zufi menggeleng, “Aku tidak tahu, Yah… Aku tidak pernah membuka lemari itu.”
Ayah menghela napas panjang. Uang itu adalah hasil penjualan gabah yang akan digunakan untuk membeli bibit padi dan membayar beberapa kebutuhan penting. Kehilangannya membuat ayah tampak sangat terpukul.
Kecurigaan dan Kegelisahan
Hari-hari berikutnya, suasana rumah berubah. Ayah sering termenung di beranda, Zuki dan Zufi merasa canggung. Kabar hilangnya uang itu perlahan terdengar oleh tetangga. Beberapa orang mulai berbisik-bisik, bahkan ada yang menyebut-nyebut kemungkinan ada pencuri yang berkeliaran di desa.
Ayah akhirnya memutuskan melapor kepada Pak Budi, polisi desa yang dikenal tegas namun ramah. Setelah mendengar penjelasan, Pak Budi berjanji akan mengawasi dan mencari pelakunya.
“Kalau pencurinya orang desa, dia pasti akan mencoba lagi. Orang seperti itu jarang puas sekali mencuri,” ujar Pak Budi sambil menatap serius.
Malam yang Menegangkan
Beberapa malam berlalu. Hingga suatu malam, udara terasa lebih dingin dari biasanya. Bulan separuh menggantung di langit, cahaya remangnya membuat pekarangan rumah terlihat suram.
Sekitar tengah malam, Zuki terbangun karena haus. Saat ia menuju dapur, ia mendengar suara lirih seperti langkah kaki. Nalurinya mengatakan sesuatu tidak beres. Ia mengintip dari celah pintu, dan benar saja—ada bayangan seseorang yang masuk dari jendela dapur.
Zuki segera berlari ke kamar Zufi dan membangunkannya.
“Zufi, bangun! Ada orang di dapur!” bisiknya cepat.
Mereka mengendap-endap mendekat. Di bawah sinar lampu minyak, terlihat sosok lelaki bertubuh kurus, mengenakan penutup kepala dan bergerak cepat mengobrak-abrik lemari. Tangan lelaki itu gemetar saat meraih sebuah kantong kain.
Tanpa membuang waktu, Zuki memberi isyarat kepada Zufi untuk diam di rumah, lalu ia lari menembus gelap menuju pos jaga Pak Budi yang letaknya tak jauh dari rumah mereka.
Pengejaran dan Penangkapan
Pak Budi yang sedang duduk di pos langsung berdiri begitu mendengar laporan Zuki. Mereka berdua berlari kembali ke rumah. Saat masuk dapur, pencuri itu tersentak kaget. Ia berusaha kabur lewat jendela, namun Pak Budi lebih cepat. Dalam sekali loncatan, ia berhasil menangkap tangan pencuri itu dan membekuknya.
Ketika penutup kepala dibuka, semua terdiam. Ternyata pelaku adalah Pak Surya, tetangga yang rumahnya hanya berjarak dua rumah dari keluarga Zuki. Wajahnya tertunduk, tak berani menatap.
“Kenapa kau lakukan ini, Surya?” tanya Pak Budi dengan nada kecewa.
“Aku… aku butuh uang untuk membayar hutang di kota… Maafkan aku,” jawabnya lirih.
Ayah Zuki yang terbangun karena keributan hanya bisa menghela napas. Ia tak menyangka orang yang selama ini dikenalnya sebagai tetangga baik ternyata tega mencuri.
Pelajaran Berharga
Keesokan paginya, desa geger oleh kabar penangkapan itu. Pak Surya dibawa ke balai desa untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Uang yang dicuri sebagian besar berhasil dikembalikan.
Sejak malam itu, keluarga Zuki dan Zufi menjadi lebih berhati-hati. Mereka menyimpan barang berharga di tempat yang lebih aman. Bagi Zuki dan Zufi, kejadian itu menjadi pelajaran berharga: kepercayaan adalah hal yang mahal, dan keberanian kadang diperlukan untuk melindungi orang-orang yang kita sayangi.
Komentar
Posting Komentar